Minggu, 11 September 2011

Ketika Cinta Sulit Dimengerti

Huh! Laki-laki memang tak pernah bisa mengerti apa maunya perempuan! Tak terkecuali Dia, lelaki yang hampir dua tahun ini menjalin kasih denganku. Bayangkan saja, sudah hampir dua tahun lamanya kami bersama, dia tetap tidak mengerti isyarat-isyarat yang sengaja aku berikan padanya. Dua tahun bukanlah waktu yang sebentar. Itu kan berarti hampir 24 bulan alias 1.230 hari.

Contohnya saja sore ini, di mana sudah seharian aku cemas menunggu kabar darinya. Sudah berpuluh kali aku meneleponnya tapi ponselnya tak kunjung aktif. Beberapa SMS juga sudah kulayangkan, dari mulai yang romantis sampai yang isinya hampir sadis, tapi tak satupun dibalas. Terang saja aku panik dan cemas, pasalnya Dia sudah berjanji padaku kalau hari ini ia akan menemaniku nonton, tapi sampai sekarang kok tidak ada kabar sama sekali? Pikiranku sudah dipenuhi berbagai macam kemungkinan. Apa Dia masih tidur karena pusing akibat kehujanan waktu pulang dari rumahku kemarin? Atau, apa ponsel  Dia  kecopetan? Atau, jangan-jangan Dia lagi selingkuh sampai-sampai ponselnya sengaja dimatikan? Atau... ada yang tidak beres? Hii.., ngeri sendiri rasanya aku membayangkan yang tidak-tidak. 

Tiba-tiba saja, sekitar pukul 17.20, teleponku tersambung. Aku menanti dengan deg-degan. Begitu suara Dia yang berat terdengar di ujung sana, aku langsung membombardirnya dengan sejuta pertanyaan.

“Kamu di mana, sih? Adek tuh udah neleponin kamu seharian tapi enggak nyambung-nyambung. Adek kirim SMS kok enggak dibales-bales? Kamu tau enggak, Adek cemas banget?! Adek sampe enggak bisa ngapa-ngapain seharian gara-gara nungguin Kamu. Kan katanya Kamu mau nemenin Adek nonton, gimana sih?!”

Aku terdiam, mengambil napas. Sesaat, tak terdengar respon dari ujung sana. Malahan, tiba-tiba saja aku mendengar suara Dia yang sedang asyik ngobrol dengan seorang laki-laki.

“...Itu velg-nya udah rapi, kan?”
“Oh, tenang aja, Mas.”

Aku bengong. Aku panggil-panggil namanya.
“Iya, Dek?” suara Dia kembali terdengar.
“Kamu lagi ngapain, sih?”
“Bentar, bentar, Dek, Aku lagi di bengkel, nih, ganti velg. Bentar ya....”

Dan Dia pun kembali ngobrol dengan tukang velg itu. Dan aku, pacarnya selama dua tahun ini, dicuekin begitu aja!
“Glek! Berarti dari tadi aku ngomong panjang lebar sama sekali enggak didengerin sama Dia? Arrrgggghhhh!,” makiku dalam hati.

Setelah beberapa lama, suara Dia kembali terdengar. “Kenapa, Dek?”
Aku sungguh heran dengan sikap santai yang jelas-jelas tercermin di dalam suara Dia.
“Dari tadi Adek telepon kok enggak nyambung-nyambung?,” serangku.

“Duh, maaf, Dek, tadi HP nya ketinggalan. Ini juga baru aja disusulin sama Raffi,” katanya, masih dengan ketenangan tingkat tinggi yang membuatku semakin kesal.

“Terus, kenapa SMS Adek enggak dibalas?”

“Maaf, Dek, Aku lupa isi pulsa,” katanya.

“Apa????? Lupa isi pulsa? Enggak tau apa orang cemas setengah mati dari tadi?,” batinku.

“Kenapa enggak minjem HP Raffi untuk SMS? Atau, Kamu kan bisa cari wartel atau telepon umum untuk ngabarin Adek?,” tanyaku

Dia tergelak, “Sorry, Dek, enggak kepikiran!”

Aku melengos kesal. “Kamu lupa ya kalo hari ini Kamu janji mau nemenin Adek nonton?,” rajukku.

“Maaf, Dek, Aku bukannya lupa. Tapi tiba-tiba mobilnya ngadat, makanya Aku   ke bengkel.”

“Lho, tadi katanya ganti velg, sekarang bilangnya mobilnya ngadat. Yang mana yang bener, sih?,” suaraku semakin meninggi.

“Ya tadi mesinnya ngadat. Terus, karena udah di bengkel, ya Aku sekalian ganti velg aja.”

Aku langsung cemberut.

“Nontonnya besok aja, ya, Dek, kan bisa sekalian nomat!,” bujuknya.

“Tapi besok kan Adek ke studio. Mana bisa enak-enakan nomat.”

“Ya udah, begitu kamu selese, Aku jemput deh ke Studio. Terus, dari sana kita nonton, oke?”

Dan begitulah, acara kencan kami pun gagal cuma gara-gara Dia ke bengkel demi memperbaiki mobilnya yang ngadat dan sekalian mengganti velg-nya.

Kadang-kadang aku merasa aneh juga. Masa sih aku harus cemburu dengan kecintaan Dia pada mobilnya atau pada kesenangannya naik gunung. Tapi, wajar kan kalau aku cemburu, aku ini kan pacarnya? Pacar yang hampir dua tahun ini menemaninya, berbagi suka dan duka bersama. Pacar yang punya perasaan dan seharusnya lebih membutuhkan perhatian nya  ketimbang mobil dan hobi naik gunungnya. Ya, laki-laki memang sulit mengerti apa maunya perempuan!

Keesokan harinya, aku berangkat ke studio dengan ceria. Malahan aku sengaja berdandan karena aku tahu, setelah itu aku akan nonton bersama Dia. Tapi ternyata, lagi-lagi aku kecewa. Mobil Dia tak terlihat di didepan Studio! Aku pun segera menelepon Dia.

“Di mana?”

“Di rumah,” jawabnya cuek.

Jleb!! Rasanya ada sebilah pisau yang menusuk dadaku saat itu juga. Sementara aku sudah berdandan habis dan menanti-nanti acara kencan dengannya, Dia malah kelupaan dengan janjinya menjemputku di Studio!

“Kamu tuh udah mulai pikun atau udah enggak sayang lagi, sih, sama Adek?,” semprotku langsung begitu aku duduk di jok depan mobilnya, satu jam kemudian. Terik siang dan rasa kesal telah membuat dandananku berantakan. Tapi aku sudah tak peduli. Niat untuk kencan dengannya sudah meluap pergi entah ke mana.

“Maaf, Dek. Aku tadi ketiduran. Kamu sih enggak bangunin Aku,” katanya ngeles.
“Bangunin gimana? Aku kan lagi siaran !! Mana bisa seenaknya nelepon Kamu?”

Dia tertawa kecil, “Oh iya, ya? Maaf, deh”

Aku semakin sebal. “Jadi sekarang Adek yang salah?!”

dia memandangku sambil menahan tawa. “Kamu kalau marah semakin cantik, deh!,” godanya.

“Iiih, udah tau orang ngambek, masih aja dibecandain!,” pikirku kesal. Aku hanya cemberut, tidak merespon.

“Ya udah, kita nonton di mana sekarang?,” tanyanya.

“Enggak usah!,” bentakku, “Adek udah enggak mood nonton sama Kamu!”

“Mana bisa?,” kata Dia, “Bisa-bisa Aku diputusin sama kamu karena enggak nepatin janji ngajakin kamu nomat hari ini.”

Aku tak menjawab. Malas. Aku hanya bisa memperhatikan jalanan sementara mobilnya terus melaju menuju 21.

“Udah nyampe, Dek,” kata Dia sambil mematikan mesin. Ia menarik bahuku hingga aku menghadap ke arahnya tepat sebelum aku sempat menghapus air mata yang tak bisa lagi aku bendung di pelupuk mataku. Sempat kulihat ekspresi kagetnya melihat air mataku. Namun aku tak peduli. Aku segera memalingkan wajah, berpura-pura tegar.

“Kamu nangis, Dek?” Dia kembali memutar tubuhku.

“Enggak!,” aku kembali berbalik.
Dia memutar tubuhku dengan lembut dan mematri bahuku dengan kedua lengan kekarnya, agar aku tak dapat menghindar lagi. “Coba Aku liat. Kok Adek Ku yang cantik nangis, sih? Dandanannya luntur, tuh!,” candanya.

Bukannya tertawa, aku malah menangis semakin menjadi. “Kamu tuh beneran udah enggak sayang, ya, sama Adek?”

Dia nampak kaget, namun terus berusaha tenang, “Kok Adek ngomongnya gitu sih?”

“Abis Kamu tuh enggak pernah ngertiin Adek. Adek tuh rasanya udah enggak pernah diperhatiin lagi sama Kamu. Kamu udah enggak nganggap Adek istimewa lagi. Enggak kayak dulu pas awal kita pacaran, Kamu sekarang suka lupa sama janji Kamu ke Adek. Kamu lebih milih ke bengkel atau naik gunung daripada berduaan dengan Adek! Kamu tuh lupa, ya, minggu lalu tuh kita enggak ketemuan karena Kamu naik gunung sama temen-temen Kamu?! Makanya kemarin Adek ngajakin Kamu nonton, biar kita bisa ketemuan. Eh, Kamu malah lebih milih ke bengkel daripada ketemu sama Adek! Adek sebel! Kamu udah enggak sayang lagi sama Adek!,” cerocosku panjang lebar.

Dia memperhatikanku dengan ekspresi shock. Mungkin Dia tak menyangka kalau masalahnya ternyata serumit itu. Tapi, biarlah, daripada aku memendam sendiri semua kekesalanku, lebih baik aku tumpahkan saja semuanya.

Beberapa saat lamanya, Dia tidak merespon. Dia mengusap air mata di pipiku dengan lembut dan tersenyum.

“Adek enggak boleh bilang kayak gitu. Aku tuh sayang banget sama Adek! Aku  mau ikut temen-temenku naik gunung minggu lalu karena Aku mau ngasihin ini sama kamu,” katanya sambil mengambil sebuket bunga edelweiss di jok belakang mobil. Aku tersentak kaget.

“Adek lupa, ya, kalau Adek pernah nitip bunga edelweiss kalau Aku  naik gunung? Kan Adek sendiri yang bilang, kalau bunga edelweiss ini melambangkan cinta yang abadi. Soal kemarin, Aku juga sebenernya sengaja menunda waktu ketemuan kita sampai hari ini biar bisa ngasihin bunga edelweiss ini ke Adek tepat di hari jadi kita yang kedua tahun. Aku juga sengaja ngebetulin mobil karena Aku enggak mau waktu Aku jalan sama Adek, mobil ini ngadat di tengah jalan. Aku mau hari ini jadi hari yang istimewa, karena hari ini genap dua tahun sudah Adek jadi pacarku, jadi sahabatku yang paling baik, yang paling mengerti Aku.”

Aku tercenung. Jadi, hari ini...? Ya Tuhan, saking kesalnya akan tingkah laku Dia, aku sampai lupa kalau hari ini adalah hari jadi kami yang kedua tahun! Hari ke-1.230 dalam hubungan kami yang begitu berharga ini. Perasaanku campur aduk, rasanya. Aku tak bisa berkata-kata. Yang bisa kulakukan hanyalah menangis.

“Yah, Dek, kok malah nangis lagi?,” tanyanya panik. “Adek enggak suka, ya, sama bunga edelweiss-nya?”

Aku tertawa geli. Ternyata, setelah dua tahun kebersamaan kami, Dia masih belum bisa mengerti apa mauku. Dia masih kurang memahami isyarat-isyarat yang sengaja kuberikan padanya. Tapi, tak apalah. Selama Dia menyayangiku, aku toh akan tetap mencoba memahaminya dan membuat ia memahami diriku.






Senin, 15 Agustus 2011

Cinta Antara Kita

Radith adalah temanku. Sekarang dia ada dirumahku sedang menunggu adikku. Sebenarnya aku setengah hati duduk diruang tamu menemani dia sebelum adikku datang, bukannya apa tiba-tiba badanku berdesir ketika Radith menatapku begitu dalam. Tatapan yang tidak biasa.
Tiba tiba Radith berkata "Ada yang ingin kukatakan, tapi...."
"Tentang apa ?" tanyaku
"Tentang rindu..."
Aku masih berusaha tenang mendengarkan kelanjutan ucapan Radith, namun saat itu pintu terbuka dan sesosok adikku yang basah kuyup muncul "Udah lama nunggu ya" kata adikku, dan aku beranjak pergi meninggalkan mereka berdua, sambil meninggalkan ucapan Radith yang terakhir untukku.

Sebenarnya Aku, Radith dan pacarku Nana bertiga awalnya bersahabat, tetapi semenjak aku jadian dengan  Nana hubungan persahabatan kami menjadi renggang. Apalagi pacarku Nana cemburuan. Dulu Radith pernah bertanya kenapa aku menerima Nana, "Apa keistimewaan Nana buat kamu?"  "Yah dia baik dith..."  "Hanya itu?" lalu ku jawab lagi "Dia mampu mengungkapkan perasaannya dengan jujur". Semenjak itulah kami tidak bersama lagi. Tetapi setelah beberapa waktu, tiba-tiba saja Radith mulai hadir kembali dirumahku. Bukan untuk menjumpaiku. Dia hadir untuk adikku.

Sore ini aku pulang dari studio, awan mendung menggelayut tanda akan turun hujan. Aku gusar dipersimpangan jalan. Tiba-tiba Radith melintas dihadapanku dengan motornya, dia menawarkan untuk mengantarkanku pulang, agar aku tak kehujanan. Akhirnya kami pulang bersama. Dan hanya karena sebuah kebetulan yang tidak direncanakan samasekali, Nana akhirnya illfeel padaku. Lagi-lagi soal Radith yang memboncengku yang jadi bahan pembicaraan kita. Sampai akhirnya Nana berkata "Aku minta maaf kayaknya hubungan kita harus berakhir. Kamu tidak cinta aku sepenuhnya, masih ada Radith dalam pikiranmu" Terhujam didalam dadaku mendengar itu, sampai aku tak sadar menitikkan air mata "Aku sayang kamu Na, apa kamu sangsi?" "Kamu sayang aku, bukan cinta aku. Itu beda. Tapi its ok, waktu akan memulihkan semuanya. Lagipula rumah kita berjauhan. Pasti akan lebih mudah untuk kita saling melupakan." "Na, sungguh kita harus berpisah?" Nana tidak menjawab, tetapi ketika kami akhirnya pulang sendiri-sendiri, aku tau hubungan itu telah berakhir.

Aku sedang didepan laptop ketika sebuah ketukan berbunyi di pintu rumahku. Ketika kubuka ternyata sesosok Radith dengan sebuket bunga ditangannya. Aku bergetar.
"Sudah lama ya kita gak ketemu, kamu agak kurusan ya?" Aku mengangguk pelan. Tentu saja. Mata cekungku tidak bisa membohongi siapapun. Sudah hampir sebulan ini aku putus dari Nana. Tapi masih ada tangis untuk cinta itu.
"Kamu masih ingat waktu kukatakan tentang rindu?" desiran halus dalam dadaku berubah menjadi deburan dhasyat. "Ya aku ingat"
"Rindu itu buat kamu" aku terperangah "Benarkah?" 
"Iya. Sulit sekali mengungkapkannya karena aku tidak bisa mengucapkan kata cinta buat kamu. Tapi akhirnya semuanya bisa kuredam, bisa kulupakan. Karena sekarang ada adik kamu yang mulai mencintaiku. Kuharap dia bisa tumbuh dewasa bersama dengan cinta yang kutabur untuknya."
"jadi..."
"Aku baru mau meresmikan hubungan kami. Makanya aku bawakan dia seikat bunga sebagai tanda cinta, aku gak mau keburu ada orang lain yang mendapatkan cinta adikmu seperti yang terjadi padamu. Aku belajar  berani untuk mengungkapkan perasaanku."

Tubuhku lunglai. Bunga itu bukan untukku, Cinta Radith pun bukan untukku. Malam ini ada satu hal yang aku tau pasti. Akan ada air mata lagi yang menemani tidurku..

(cerita ini fiktif apabila ada nama atau cerita yang mirip, itu memang disengaja hehehe)



Jumat, 05 Agustus 2011

LOVE

Malam ini pacarku ngajak ketemuan buat sama-sama nonton konser GIGI, padahal di jam yang sama aku ada janji dengan Riki untuk menengok temannya di rumah sakit karena tabrakan. Sebenarnya aku dah coba batalkan janji dengan pacarku tapi dia tetap gak mau mengerti. Dan parahnya lagi aku juga tidak bisa membatalkan janji dengan Riki karena aku bertaruh dengan adiknya Riki. Aku sanggup menemani Riki yang super cool dan pendiam selama sebulan, dengan imbalan aku bisa menukar tempat kost ku agar dekat dengan kampusku.

Akhirnya aku  berangkat dengan Riki menggunakan motor menuju rumah sakit, tapi pikiranku terus memikirkan pacarku yang sedang menungguku untuk nonton konser bareng. Akhirnya diperjalanan aku menyuruhnya mengantarkan aku ke sebuah tempat dulu, dan tanpa banyak pertanyaan lagi dia langsung mengantarkan aku ketujuan yang aku sebutkan.
Sampai ditujuan aku menyuruhnya menungguku "Tunggu disini ya Rik" dan aku bergegas masuk kearah stadium. Disana ada ratusan bahkan ribuan orang yang sedang siap-siap buat nonton konser. Aku celingukan mencari pacarku dan akhirnya dari jarak belasan meter aku lihat dia sedang duduk di sebuah warung depan jalan, aku bergegas menghampiri dia. "Akhirnya kamu dateng juga, kukira kamu gak akan dateng", lalu aku bilang  "Sebenarnya aku datang kesini cuma mau bilang kalau aku gak bisa nemani kamu buat nonton", dengan dalih sahabat dekatku sedang dirawat karena kecelakaan. "Udah nengoknya nanti saja, aku dah beli 2 tiket nih." Aku terus mendesak, "Aku harus menengoknya kalau tidak....  " "Kalau tidak nanti keburu meninggal?" begitu potongnya, lalu dia bilang lagi "Meninggal tuh takdir, kamu gak datang pas dia meninggal juga takdir". Aduh percuma saja aku bohong kalau yang sakit sahabatku, dia tetap saja tidak peduli. Kemudian pacarku bilang "Udah masuk yuk dah telat 5 menit" sambil menarik tanganku, dan aku tak bisa lagi berbuat apa-apa, dan bersamaan itu pula hujan gerimis turun. Yang kupikirkan Riki, aku berharap dia segera pulang karena turun hujan.

Dua jam kemudian konser telah usai, kami berniat untuk pulang bersama. Sambil dia menggandengku kami berjalan menuju tempat parkiran, tiba-tiba ada seorang cewek memanggil nama pacarku. Cewek itu cantik banget, mirip indo gitu. Cewek itu tanya "Kamu masih inget aku gak?" dengan cepat pacarku jawab "Iya dong masa lupa sama kamu.." Cewek itu bilang kalau dia beberapa kali ada hubungi ponsel pacarku untuk nonton bareng dan bla bla bla... aku yang disampingnya dicuekin. Tiba-tiba cewek itu tanya "Kamu kesini sama siapa?" dan pacarku bilang "Sendiri.." Lalu aku melirik kewajah pacarku berharap dia meralat ucapannya. Dan cewek itu bertanya lagi "Ini siapa?" sambil menunjukku. "Oh ini temanku" jawab pacarku. Aku gak nyangka dia bilang begitu didepanku, tanpa basa basi lagi aku pergi meninggalkan mereka. Hancur perasaanku, sambil menahan tangis aku berjalan melintasi koridor, disudut jalan kulihat Riki duduk terpaku. Oh Tuhan dia masih menungguku selama dua jam lebih, dia masih menunggu ditempat yang sama ketika kutinggalkan. Lalu kutanya kenapa dia masih disini lalu dia jawab "Kamu kan perginya sama aku, dan aku harus pulangin kamu  biar ortumu gak khawatir". Lalu ku peluk dia, tapi buru-buru kulepaskan karena bajunya sembab karena basah, lalu kutanya "Kok bajumu basah?" 
"Waktu hujan aku cari-cari kamu aku khawatir kamu kenapa-kenapa dan kehujanan" dengan mata yang sungguh-sungguh dia mengatakan itu, lalu kupeluk dia lagi tak peduli bajunya basah, dalam hatiku berkata aku akan belajar mencintai kamu bukan sebagai taruhan lagi Riki.

Rabu, 29 Juni 2011

Mandikan Aku Bunda

Dewi adalah sahabatku, seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ”Why not to be the best?,” begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.
Ketika kampus mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.
Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat pendamping hidup yang “selevel”, sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. Tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut lahir ketika Dewi diangkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka.
Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya saya pernah bertanya padanya, “Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya?” Dengan sigap Dewi menjawab, “Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna”. “Everything is OK! Don’t worry. Everything is under control kok!” begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.
Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol jadwal Bayu lewat telepon. Pada akhirnya Bayu tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang betapa hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang berlimpah. “Contohlah ayah-bundamu Bayu, kalau Bayu besar nanti jadilah seperti Bunda”. Begitu selalu nenek Bayu, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.
Ketika Bayu berusia 5 tahun, neneknya menyampaikan kepada Dewi kalau Bayu minta seorang adik untuk bisa menjadi teman bermainnya di rumah apabila ia merasa kesepian.
Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Dewi dan suaminya kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Bayu. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau ”memahami” orangtuanya.
Dengan bangga Dewi mengatakan bahwa kamu memang anak hebat, buktinya, kata Dewi, kamu tak lagi merengek minta adik. Bayu, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.
Bahkan, tutur Dewi pada saya, Bayu selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Dewi sering memanggilnya malaikat kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, namun Bayu tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. Diam-diam, saya jadi sangat iri pada keluarga ini.
Suatu hari, menjelang Dewi berangkat ke kantor, entah mengapa Bayu menolak dimandikan oleh baby sitternya. Bayu ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya,”Bunda aku ingin mandi sama bunda…please…please bunda”, pinta Bayu dengan mengiba-iba penuh harap.
Karuan saja Dewi, yang detik demi detik waktunya sangat diperhitungkan merasa gusar dengan permintaan anaknya. Ia dengan tegas menolak permintaan Bayu, sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Bayu agar mau mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Bayu dengan penuh pengertian mau menurutinya, meski wajahnya cemberut.
Peristiwa ini terus berulang sampai hampir sepekan. “Bunda, mandikan aku!” Ayo dong bunda mandikan aku sekali ini saja…?” kian lama suara Bayu semakin penuh tekanan. Tapi toh, Dewi dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Bayu sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Bayu bisa ditinggal juga dan mandi bersama Mbanya.
Sampai suatu sore, Dewi dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, “Bu, hari ini Bayu panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di ruang emergency”.
Ketika diberitahu soal Bayu, Dewi sedang meresmikan kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta, Dewi langsung ngebut ke UGD. Tapi sayang…terlambat sudah…Tuhan sudah punya rencana lain. Bayu, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh Tuhannya. Terlihat Dewi mengalami shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah untuk memandikan putranya, setelah bebarapa hari lalu Bayu mulai menuntut ia untuk memandikannya, Dewi pernah berjanji pada anaknya untuk suatu saat memandikannya sendiri jika ia tidak sedang ada urusan yang sangat penting. Dan siang itu, janji Dewi akhirnya terpenuhi juga, meskipun setelah tubuh si kecil terbujur kaku.
Ditengah para tetangga yang sedang melayat, terdengar suara Dewi dengan nada yang bergetar berkata “Ini Bunda Nak….hari ini Bunda mandikan Bayu ya…sayang….! akhirnya Bunda penuhi juga janji Bunda ya Nak..”
Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada di dekatnya tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya, sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, para pengiring jenazah masih berdiri mematung di sisi pusara sang Malaikat Kecil.
Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya, “Inikan sudah takdir, ya kan..!” Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya di panggil, ya dia pergi juga, iya kan?”
Saya yang saat itu tepat berada di sampingnya diam saja. Seolah-olah Dewi tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya ia juga tidak perlu hiburan dari orang lain.
Sementara di sebelah kanannya, suaminya berdiri mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi dengan bibir bergetar tak kuasa menahan air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.
Sambil menatap pusara anaknya, terdengar lagi suara Dewi berujar, “Inilah konsekuensi sebuah pilihan!” lanjut Dewi, tetap mencoba untuk tegar dan kuat.
Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja yang menusuk hidung hingga ke tulang sumsum. Tak lama setelah itu tanpa diduga-duga tiba-tiba saja Dewi jatuh berlutut, lalu membantingkan dirinya ke tanah tepat diatas pusara anaknya sambil berteriak-teriak histeris. “Bayu maafkan Bunda ya sayaang..!!, ampuni bundamu ya nak…? serunya berulang-ulang sambil membenturkan kepalanya ketanah, dan segera terdengar tangis yang meledak-ledak dengan penuh berurai air mata membanjiri tanah pusara putra tercintanya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya.
Sepanjang saya mengenalnya, rasanya baru kali ini saya menyaksikan Dewi menangis dengan histeris seperti ini.
Lalu terdengar lagi Dewi berteriak-teriak histeris “Bangunlah Bayu sayaaangku….bangun Bayu cintaku, ayo bangun nak…..?!?” pintanya berulang-ulang, “Bunda mau mandikan kamu sayang….tolong beri kesempatan Bunda sekali saja Nak….sekali ini saja, Bayu..anakku…?” Dewi merintih mengiba-iba sambil kembali membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah lalu ia peluki dan ciumi pusara anaknya bak orang yang sudah hilang ingatan. Air matanya mengalir semakin deras membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Bayu.
Senja semakin senyap, aroma bunga kamboja semakin tercium kuat menusuk hidung membuat seluruh bulu kuduk kami berdiri menyaksikan peristiwa yang menyayat hati ini…tapi apa hendak di kata, nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudian tak berguna. Bayu tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya dimandikan oleh orang tuanya, karena mereka merasa bahwa banyak hal yang jauh lebih penting daripada hanya sekedar memandikan seorang anak.
(Kisah nyata, dari rekan blogger)

Selasa, 28 Juni 2011

Aku dan Malaikat putih

Tidak ada seorangpun yang menginginkan kekurangan di dalam dirinya, meski kesempurnaan juga mustahil dimiliki seseorang. Temanku bukan cowok kasar apalagi tempramental. Bahkan sebaliknya, dia punya senyum yang setiap orang berhak mendapatkannya. Dia tidak segan mengulurkan bantuan untuk siapapun yang membutuhkannya. Tapi keberadaannya sering tidak di harapkan dilingkungannnya. Lalu apa yang kurang didalam dirinya? Pigmen, itu jawabannya. Dia lahir sebagai manusia albino, rambut dan kulitnya memutih tak wajar. Keadaan seperti itu membuatnya tak bisa pilih pilih teman, terlebih lagi pacar. Dia pernah menitikan air mata ketika menyaksikan video klip lagu Chrisye "Seperti Yang Kau Minta" yang bercerita tentang seorang cowok albino mendambakan seorang cewek yang diidamkannya. Dia tau pasti, apa akhir dari yang didambakannya, Luka!.

Suatu ketika dia mencari alamat teman di sebuah perkampungan, seperti biasa dia menjadi pusat perhatian orang. Anak-anak langsung mengerumuni dia sambil bernyanyi "Bule masuk kampung...Bule masuk kampung...!" "ini bule apa habis nyebur ke air mendidih sih?, kok bulu mata ikut memutih?". Dia berusaha tersenyum meski dibalik dadanya dia merasakan luka yang lumayan sakit.

Aku adalah teman satu kelasnya, kadang aku merasa kesal dengan sikap teman-temanku yang memandang sebelah mata terhadapnya. Apa mereka berfikir dia tidak punya hati, ketika mereka berkata-kata pedas terhadapnya. Apakah dia yang memilih menjadi seperti ini? bahkan dia harus kesulitan melihat tulisan dipapan tulis karena keterbatasan matanya. aah...andai waktu itu aku bisa membelikannya kacamata untuknya, tapi aku hanya mampu menukar posisi tempat dudukku untuknya. Agar dia bisa duduk lebih depan dan bisa melihat tulisan dengan sedikit jelas.

Didalam hidupku mengenal seorang albino adalah hal yang biasa. Jauh ketika aku masih kecil aku sudah mengenal seorang anak albino. Bahkan ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar aku sudah memahami karakter, kekurangan, dan perasaan menjadi seorang seperti dia. Teman kecilku selalu di pingit oleh kedua orangtuanya hanya karena tidak mau anaknya di olok-olok orang. Aku pernah membawanya pergi dan mengajaknya main kerumahku. Dia kuberi rangginang, sejenis makanan terbuat dari ketan hitam, dia      tanya ini makanan apa, aku jawab ini tai tikus karena bentuknya memang mirip. Kupaksa dia makan walau dia berontak tak mau, ketika dia kunyah rasanya enak dan dia tersenyum..... sampai dirumah dia cerita sama mamahnya kalo dirumahku dia dikasi kotoran tikus heheheh....

Andai saja didunia ini manusia tidak melihat cantik, ganteng, warna kulit. Pasti persahabatan itu indah. Ketika ku dengar dari mulutnya, dia tidak pernah mengaharap semua kebaikannya dibalas, tetapi begitu kejamkah perlakuan makhluk di dunia terhadapnya. Ketika dia habis mengeluarkan uang SPP nya demi seorang teman yang sakit untuk berobat, dan diperjalanan pulang tiba-tiba seorang pengemis menyebrang. Dia telah berusaha menghindar, dan pengemis itupun selamat, tapi motornya terpuruk ke bahu jalan dan menimpa palang besi. Pengimis yang tadi diselamatkannya datang menghampirinya, ternyata datang bukan untuk menolongnya tapi untuk mengambil dompet dan ponselnya. Dia hanya memandangi tubuhnya yang berlumuran darah tanpa bisa berbuat apa-apa. Jiwanya menangis ketika selama dua hari dirumah sakit tak ada satupun yang membesuknya, kemanakah orang-orang yang selama ini dia tolong. Aku ikut menahan tangis dan ikut merasakan luka dihatinya. Untunglah aku bukan bagian dari orang-orang yang ada diceritanya, karena sampai saat ini aku masih disampingnya untuk mendengarkan cerita-ceritanya dan mendukungnya sebagai sahabatnya. 

Senin, 13 Juni 2011

Malam

Waktu itu aku hendak berkunjung ke rumah kakaku, tapi malam itu suasana sepi sekali, aku sedikit merinding kalau harus menembus malam yang sepi dan gelap gulita sendirian, maklum  jaraknya lumayan jauh untuk sampai ke rumah kakaku. Jadi kuputuskan untuk tetap diam diwarung sampai ada orang yang hendak melintas kejalan yang sama. Nasibku memang tengah beruntung, tak lama kemudian ada seorang lelaki paruh baya melintas,  wajahnya tidak asing lagi buatku dia adalah tetangga kakaku juga. Tanpa ragu aku berjalan mengiringi langkahnya. Dia menyapaku dan bertanya bagaimana keadaanku, maklumlah aku tinggal diluar kota dan bila aku ada waktu sebulan atau dua bulan sekali aku mengunjungi kakaku di kampung. Di perjalanan yang cukup jauh melewati perkebunan dia sempat menasehatiku agar aku selalu mawas diri dan berhati-hati bergaul apalagi aku tinggal sendiri dikota. Ketika aku melintasi sebuah pohon durian yang besar entah kenapa kulihat semua daunnya layu, layu dan layu, seolah daunnya tertidur...apa perasaanku saja yah?. Di dipertigaan dia pamit untuk menuju arah sebelah kanan, aku tidak sempat bertanya kenapa dia kearah situ bukankah rumahnya dekat dengan rumah kakaku? tapi ya sudahlah toh rumah kakaku sudah hampir sampai.

Ketika sampai didepan rumah kakaku kuketuk pintu, dan kakaku sendiri yang membukakannya, dia sempat kaget melihat aku datang tengah malam, sedikit marah dia bilang lain kali kalau mau datang siang-siang saja kalau sampe kemalaman mending gak usah ditunda saja esok datangnya, begitu katanya. Sambil minum teh hangat buatan kakaku aku bilang kalau aku gak sendiri kebetulan aku pulang bareng dengan Bapak X, belumlah selesai aku cerita kaka dan iparku mukanya pucat, dan sambil kaget dia tanyakan lagi dengan siapa aku pulang, lalu aku jawab lagi, dan lagi-lagi mereka kaget. Ketika ku paksa bertanya kenapa, mereka bilang sudah tidur saja istirahat, besok saja dilanjut ceritanya.

Paginya ketika sarapan kakaku bercerita kalau baru beberapa hari lalu Bapak X yang berjalan denganku tengah malam sudah meninggal karena bunuh diri, sebelum mengakhiri hidupnya dia datang kerumah kakaku   berkeluh kesah kalo dia berselingkuh dengan seorang wanita dan wanita itu hamil, dan memintanya untuk bertanggung jawab, dia sendiri tak kuasa kalau sampai anak dan istrinya tau, buat dia ini adalah suatu tekanan yang berat. Selang sehari dia curhat dengan kakaku dia ditemukan gantung diri di pohon durian, kakaku bertanya "kamu taukan pohon durian besar pinggir jalan?" sambil bengong aku mengangguk pohon yang kulihat layu ketika malam itu. Jadi semalam aku bertemu dengan orang yang sebenarnya sudah meninggal, pantas saja sepanjang jalan dia menunduk, dan bukankah dipertigaan dia pamit kearah yang berlainan, arah itu kan ... yah arah pemakaman umum, bulu kudukku merinding. Tapi paling tidak dia telah menyampaikan nasihat berharga bahwa aku harus mawas diri dalam pergaulan, yah aku harus mengambil sisi positif dari kejadian semalam.

Cerita ini dialami oleh temanku E dan kutulis kembali di blogku. See u....


Berkuda di akhir pekan

Kamis, 09 Juni 2011

Seharusnya kamu tak menyuruhku untuk menelponnya

Sore itu suara handphoneku berbunyi, sebuah pesan masuk di handphoneku, isinya dari nomer yang tidak aku kenal “Pi.. bisa tolong telponin seseorang gak? kalo bisa nanti aku isikan pulsa..” aku balas bertanya “ini siapa...?”. Ternyata SMS itu dari seorang teman kampusku dulu, dia bilang dia sedang kangen banget dengan seorang cowok, dan aku disuruhnya untuk menghubungi cowok itu dan bilang agar dia menelponnya atau mengiriminya SMS. Temanku merasa cowoknya sudah dingin dan enggan untuk menghubunginya lagi, hatinya sedang galau dan tak menentu. Jujur aku enggan untuk menghubungi nomor telpon yang diberikan temanku, pertama aku gak kenal dengan cowok itu, dan kedua bagaimana kalau cowok itu berbalik suka ke aku dan terus menghubungiku, bukannya ke PD an tapi apapun bisa saja terjadikan? Tapi aku merasakan apa yang temanku rasakan, aku pernah berada di posisi seperti dia, dan waktu itupun aku melakukan hal yang sama menyuruh salah satu temanku untuk menghubungi pacarku. Akhirnya aku terpaksa menghubungi nomor itu demi temanku.

Ketika ku telpon “ini siapa?... “ suara cowok diseberang sana bertanya, lalu kuperkenalkan diriku dan mengatakan tujuanku menelponnya, dia sedang berada di kolam renang saat itu. Dia acuh tak acuh ketika membicarakan tentang temanku, dia malah fokus mencari tau tentang aku. Benar dugaanku sepanjang hari dia menghubungiku lewat SMS, dan sepanjang hari temanku bertanya kenapa cowoknya belum juga menghubungi dia. Aku jadi pusing, gak mungkin aku bilang cowokmu lagi SMS in aku, akhirnya dengan sedikit memaksa ku suruh dia menghubungi temanku, dia menyanggupinya dengan barter alamat facebook ku.  Sebenernya siapa peduli dengan mereka kalau bukan karena temanku, lagipula aku jadi penasaran cowok seperti apa yang disukai temanku, temanku cantik. Seganteng apa sih dia...

Malamnya cowok itu SMS minta aku confirm pertemanan di facebook, dan ketika kubuka laptopku dan login, ada sebuah nama yang menunggu untuk aku confirm, oh jadi ini cowok yang bikin  temanku tergila-gila, tapi apa benar ini? Ku cari-cari foto dialbumnya tetap sama tidak jauh beda dengan foto profilnya, tapi kenapa temanku suka dia, dia bukan cowok ganteng yang kubayangkan. Dan anehnya tidak ada nama temanku sebagai teman bersama. Ketika kutanyakan pada temanku ternyata saat itu juga cowoknya telah menghapusnya dari pertemanan. Cowok itu malah gencar mendekatiku.

Aku cuma mau bilang sama temanku, kamu cantik dia gak pantes buat kamu, kamu terlalu cantik buat dia. Cinta memang soal hati, tapi hatimu yang tulus gak layak buat hatinya. Aku baru sehari mengenal dia tapi aku sudah tau lelaki seperti apa dia. Malam itu juga aku hapus dia dari daftar pertemanan di facebookku.

Kamis, 02 Juni 2011

Bening Hati

Hati yang sakit, atau bahkan mati, disebabkan oleh noktah-noktah dosa yang bertambah dari waktu ke waktu karena amal perbuatan yang kurang terpelihara, sehingga menjadikannya hitam legam dan berkarat. Akan tetapi bagaimanapin kondisi hati kita saat ini, tak tertutup peluang untuk sembuh. Salah satu “virus” perusak hati adalah tidak pandainya kita menahan pandangan. Barang siapa yang ketika didunia ini tidak pandai menahan pandangan, gemar melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, maka jangan terlalu berharap memiliki hati yang bersih. Umar bin Khathab pernah berkata “Lebih baik aku berjalan dibelakang singa daripada berjalan dibelakang wanita”. Sebenarnya bukan hanya mengumbar pandangan terhadap lawan jenis, melainkan juga terhadap aneka aksesoris duniawi. Hatinya lebih bergejolak terhadap sesuatu yang tidak dimilikinya daripada menikmati apa-apa yang dimilikinya. Oleh sebab itu, kunci bagi orang yang ingin memiliki hati yang bening adalah tundukkan pandangan! karena berawalnya maksiat itu tiada lain dari pandangan.

Ketika melihat perkara duniawi, janganlah sekali-kali melihat keatas. Akan capek kita jadinya karena rezeki yang telah menjadi hak kita tidak akan kemana-mana. Tengoklah orang yang lebih fakir dan lebih menderita daripada kita. Lihatlah orang yang jauh lebih sederhana hidupnya. Semakin sering kita melihat kebawah, subhanallah, hati ini akan semakin dipenuhi oleh rasa syukur, dibanding dengan orang yang sering menengadah keatas. Kalaupun kita akan melihat keatas, tancapkan kepada Dzat Penguasa alam semesta, tidakkah engkau tatap langit yang biru dengan awan berarak seputih kapas? Atau, engkau turuni lembah, sehingga akan kau dapatkan air yang bening. Atau, engkau bangun di malam hari, kau saksikan bintang gemintang bertaburan dilangit biru dan rembulan yang tidak pernah bosan kita menatapnya. Allah maha kaya dan tidak akan pernah berkurang kekayaanNya walaupun selalu kita minta sampai akhir hayat.

Berbahagialah orang yang senang melihat kebaikan orang lain, kemana saja mata memandang yang tampak hanyalah bebungaan yang indah mekar dan harum. Sebaliknya orang yang gemar melihat aib dan kejelekan orang lain pikirannya hanya diselimuti dengan aneka keburukan, sementara hatinya hanya dikepung dengan prasangka-prasangka buruk. Karenanya, kemanapun matanya melihat yang tampak adalah ular, duri dan sebagainya. Dimanapun ia berada senantiasa tidak akan pernah dapat menikmati indahnya hidup.

Betapa indah sekiranya kita memiliki hati yang senantiasa tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaik-baiknya. Pemiliknya akan senantiasa merasakan lapang, tenang, tentram, sejuk, dalam menikmati indahnya hidup di dunia ini. Semua ini akan tercermin dalam setiap gerak-gerik, perilaku, tutur kata, sunggingan senyum, tatapan mata, riak air muka, bahkan dalam diamnya sekalipun. Orang yang hatinya tertata dengan baik takkan pernah sedikitpun merasa gelisah, bermuram durja, ataupun gundah gulana. Kemanapun pergi dan dimanapun berada, ia senntiasa mampu mengendalikan hatinya. Dirinya selalu berada dalam kondisi damai dan mendamaikan; tenang dan menenangkan; tentram dan menentramkan. Hatinya bagai embun yang menggelayut di dedaunan dipagi hari, jernih bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Hatinya tertambat bukan pada benda-benda yang fana melainkan selalu ingat dan merindukan Dzat yang Maha Memberi ketentraman: Allah Azza wa Jalla.

Senin, 23 Mei 2011

"Analisa Cinta"

  1. Orang yang mencintai kamu tidak akan pernah mampu memberikan alasan kenapa dia mencintai kamu. Yang dia tau dimata dan hatinya hanya ada kamu satu satunya.
  2. Walaupun kamu sudah memiliki teman istimewa atau kekasih, dia tidak peduli, yang penting baginya kamu bahagia dan kamu tetap menjadi impiannya.
  3. Orang yang mencintai kamu selalu menerima kamu apa adanya, dihati dan matanya kamu selalu yang tercantik, walaupun kamu merasa berat badanmu sudah bertambah.
  4. Orang yang mencintaimu selalu ingin tau apa saja yang telah kamu lalui sepanjang hari, apa saja kegiatan kamu.
  5. Orang yang mencintai kamu akan selalu mengirimkan SMS seperti "selamat pagi", "selamat tidur", "hati hati", dll karena dengan mengirimkan SMS itulah dia menyatakan cintanya, menyatakan dengan cara yang berbeda bukan "Aku CINTA Padamu" tetapi berselindung ayat selain kata cinta itu.
  6. Orang yang mencintai kamu akan selalu mengingat setiap kejadian yang dia lalui bersama kamu, bahkan kejadian yang mungkin kamu sendiri sudah melupakannya, karena saat itulah saat berharga untuknya.
  7. Orang yang mencintai kamu akan selalu mengingat kata kata yang pernah kamu ucapkan, karena dia menyematkan kata-katamu dihatinya.
  8. Orang yang mencintai kamu akan belajar menyukai lagu lagu kesukaanmu, mengetahui segala hal tentang kegemaranmu, dan mencoba menyukai apa yang kamu suka walaupun sulit tapi dia belajar mencoba.
  9. Kalau terakhir kali dia melihatmu sedang flu atau batuk batuk, dia akan seantiasa mengirimkan SMS atau telfon untuk mengetahui keadaan kamu, karena dia bimbang dan peduli tentang kamu.
  10. Orang yang mencintai kamu akan terdiam sesaat, ketika sedang berbicara di telfon, sehingga kamu jadi bingung. Sebenarnya saat itu dia sangat gugup karena kamu telah mengguncangkan dunianya.
  11. Kalau kamu melihat handphone-nya maka nama kamu akan menghiasi sebagian besar INBOX nya, dia juga masih menyimpan SMS SMS dari kamu walaupun telah kamu kirim berminggu minggu yang lalu bahkan sebulan yang lalu.
  12. Jika kamu memintanya mengajari sesuatu maka ia akan mengajarimu dengan sabar walaupun mungkin kamu adalah orang yang terbodoh di dunia!. Dia akan sulit menolak semua permintaan kamu walaupun itu sukar buatnya. 
  13. Orang yang mencintai kamu bertindak lebih seperti saudara daripada seperti seorang kekasih.
  14. Orang yang mencintai kamu akan memberikan suatu barang miliknya yang mungkin buat kamu sesuatu yang biasa, tetapi baginya barang itu sangat istimewa.
  15. Apalagi yah...kamu aja yang isi hehehe

Selasa, 17 Mei 2011

"Cinta aja gak cukup"

Dia ada, tapi sebenernya Dia gak ada....Dia gak ada tapi sebenernya Dia ada. Aku sudah lama kagum sama Dia, setiap saat memikirkan Dia. Dia sangat baik sama aku, kita berdua setiap hari selalu sms-an tapi....Kami hanya sebatas teman...Hanya sebatas sahabat saja. Dan bagiku itu sudah sangat indah (sedih sih sebenernya ).
Aku gak ngerti apakah ini cinta atau bukan, tapi Dia adalah satu satunya orang yang membuat hidup aku jadi lebih terang.

Dia sosok yang tampan dengan seragam polisinya, badannya yang tegap, kharismatik, pintar, lucu. Dia gak pernah bilang "nggak" tiap kali aku minta tolong, padahal Dia lagi sibuk banget, terakhir aku sedang demam tinggi, Dia yang menungguiku, dari pagi aku tertidur sampai menjelang sore, Dia tetap duduk terpaku disampingku untuk menjagaku. Beda banget dengan sosok pacarku yang udah hampir setahun menjadi cowokku. Pacarku enggak pernah merespon apa yang ada di dalam pikiranku. Pacarku cenderung pasif. Nggak peduli. Suka asyik dengan dirinya sendiri. Jadi setahun punya pacar rasanya tetep ngejomblo. Kalau kata orang dalam berhubungan tuh harus ada "Take and Give" tapi dengan pacarku aku tidak menemukan semua itu.

Aku masih berharap suatu hari pacarku akan berubah, toh kalau aku putus dengan pacarku, aku juga gak bakalan jadian sama Dia, ceweknya Dia yang di kampung kan sayang banget sama Dia, aku gak bakalan otak-atik hubungan mereka yang udah solid....

Dan sore itu pacarku muncul seperti biasa kerumahku, pacarku dekil banget bajunya, rambutnya gak rapih, pakai jeans yang udah belel, Ah..kontras banget dengan si Dia yang selalu wangi dan berpenampilan keren. Dan ketika bayang bayang Dia muncul, sekuat tenaga aku menepisnya jauh-jauh dari benakku.
Setelah menyapaku, pacarku dengan cuek duduk di depan TV dan menyalakan play station. Nggak lama kemudian ia sudah asyik dengan play stationnya. Hatiku miris, pacarku terlalu asyik dengan dirinya sendiri. Pacarku gak pernah nanya dengan sikap mesra, apa kegiatanku hari ini, capek enggak, ada yang bisa dibantu. Pertanyaan standar dari seorang cowok untuk ceweknyalah. Sampai akhirnya aku bilang "Kita musti bicara...Tentang kita, Tentang hubungan kita..." dan pacarku masih asyik dengan play stationnya sambil berkata "Ya apa, kita baik baik ajakan." lalu aku bilang "Aku ngerasa kamu gak perhatian, kamu gak pernah berubah dari dulu, kamu bilang cinta aku, cinta aja gak cukup...Tapi harus ada sesuatu yang bisa membuat kita hepi kalo ketemu. Nggak hambar..."
"Jadi kamu gak hepi kalo ketemu aku?" tiba tiba aja matanya berubah menjadi merah. Aku jawab "Bukan gitu, aku sayang sama kamu. Tapi aku pengen kamu jadi lebih baik. Kamu lebih rapih, kamu gak ngabisin waktu kamu hanya untuk main game..." Aku menunduk sedih, dua air bening melesat lembut jatuh membasahi pipiku. Dan gak ada sepuluh detik aku menunduk, mengusap air mata, ketika aku mengangkat wajah, ternyata pacarku sudah tidur, dengan kepala menyandar di sofa. Nyebelin banget kan.

Dan ketika aku ceritain ke temen-temen dikampus, temen-temenku bilang "lo itu cantik! lo itu keren! lo itu pinter! kata pak Ustadz  lo itu solehah!, kata Pak RT lo warga yang baik karena sopan dan santun!, Kata orang duafa lo itu baik suka ngasih sedekah sama mereka!, Kata nyokap lo, lo itu anak yang santun sedunia, dan kata gue lo sahabat terindah dikampus! Masak lo bisa bertahan sama cowok kayak dia?! hehehe (salam manis buat temen temen kampus Widya Dharma khususnya kelas P)

Itulah kenapa aku merasa sangat bahagia dengan si Dia, Tuhan seakan mengirimkan satu "malaikat" untukku, untuk menjagaku, dan untuk membuatku bahagia. Ketika kami sedang menghabiskan waktu duduk di teras depan rumah, aku bergumam Ah..andai Dia tau kalau aku sangat menyayangi kamu. Andai aku diperbolehkan menyandar sejenak kepalaku dibahunya, sekedar melepas lelah hati atas sikap pacarku... Dalam hatiku berkata "Allah, ternyata hanya Engkau yang tidak pernah mengecewakanku. Yang bisa tau perasaanku. Yang tau sepiku. Bagaimana juga Dia manusia biasa, Dia gak pernah bisa membaca isi hati hamba yang sedang lara...Tapi Engkau pasti bisa membacanya, iyakan Tuhan?"
Dan sekarang aku baru tau dari sahabatku kalau Dia pernah bilang "Tuhan, hanya Engkau yang tau, hamba sayang dengan opi, kenapa hamba bisa hepi deket sama dia?padahal hamba sudah memiliki kekasih"
Ya..memang hati manusia enggak pernah bisa diduga dan dibaca...


(Untuk setetes "Embun" terindah yang pernah aku kenal, dalam kesabarannya dan ketulusannya)

Senin, 16 Mei 2011

Menyiasati Kegundahan Hati

Tahukah kamu tentang sesuatu yang paling banyak menyita pikiran, waktu, dan tenaga, yang berakibat mengurangi kemampuan akal dan merusak ibadah? Itulah perasaan cemas. Cemas terhadap sesuatu yang belum terjadi, yang berkaitan dengan urusan duniawi. Padahal sudah jelas, perasaan cemas apalagi berlarut larut tidak akan membuahkan penyelesaian, selain membuat hati semakin sengsara dan bertambah menderita, padahal hidup ini teramat singkat. Memang rasa cemas berpangkal pada belum mantapnya keyakinan bahwa segala kejadian yang menimpa mutlak datangnya dari Allah.

“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis pada kitab Lauhul Mahfudz sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS al-Hadid[57]:22-23)

Jelaslah, sesungguhnya setiap kejadian yang kita alami tidak akan lepas dari ketentuan dan izin Allah, Rasulullah saw pun bersabda “walaupun bergabung jin dan manusia hendak memberikan manfaat, maka tidak akan pernah datang, kecuali yang ditentukan Allah.”

Jadi, apa perlunya kita bercemas cemas memperpanjang pikiran dan menggantungkan harapan kepada sesama makhluk, sedangkan merekapun samasekali tidak dapat menolak kemudharatan yang menimpa diri mereka sendiri. Barang siapa yang yakin bahwa Allah lah yang akan menolong dan menjaminnya dalam setiap urusan, niscaya Allah pun benar benar akan menjaminnya, seperti dalam sebuah firmannya  “Jika ia mendekatiKu sejengkal, Aku mendekatinya sehasta. Jika ia mendekatiKu sehasta, niscaya Aku mendekatinya sedepa. Dan jika ia datang mendekatiKu dengan berjalan, maka Aku mendekatinya sambil berlari” (HR Syaikhani dan Turmudzi dari Abu Hurairah ra)

Sekiranya suatu musibah dirasakan pahit dan amat berat, maka sebetulnya semua itu semata mata karena kita belum mampu memahami hikmah dibalik kejadian tersebut, atau karena kita masih beranggapan bahwa rencana kita lebih baik daripada rencana Allah swt, padahal ilmu kita yang teramat sedikit ini seringkali diselimuti oleh hawa nafsu yang cenderung menipu dan menggelincirkan diri “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui” (QS al-Baqarah [2]:216)

Oleh karena itu, bilamana datang suatu kejadian yang mencemaskan, segera kuasai diri sebaik-baiknya. Jangan menyiksa diri dengan pikiran yang diada-adakan atau dipersulit, segeralah kembalikan segala urusan kepada Allah . Yakinilah kesempurnaan, pertimbangan, dan kasih sayangNya. Dan segera bulatkan hati bahwa Dialah satu satunya pembela, Dialah pemberi jalan keluar yang paling sempurna, mustahil Dia lalai dan lupa terhadap keadaan hambaNya. “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan dia adalah sebaik baik pelindung.”

Minggu, 08 Mei 2011

"Kisah Kasih di SMA"

Banyak orang bilang masa masa SMA adalah masa yang gak bisa dilupain, gak salah kalau ada lagu Kisah Kasih di Sekolah. Begitupun dengan aku, dulu aku pindah ke sebuah sekolah swasta tepatnya ketika aku kelas dua, dan sebagai anak baru aku harus siapkan mental menghadapi perlakuan yang menyebalkan dari murid lama. Salah satunya dari murid yang bernama si rambut jagung, dia dipanggil seperti itu karena mungkin dia mengecat rambutnya seperti warna bulu jagung hehehe, gerak geriknya mirip banget sung go kong si kera sakti, setiap hari aku di olok olok olehnya, bikin aku gak betah di sekolah baru itu, aku lihat dia juga sering nyingkapin rok cewek cewek dan melakukan  hal hal konyol lainnya, sampai didalam hatiku berkata gak kebayang kalo ada cewek yang mau jadi pacar dia amit amit deh, nah kata kata itu yang seharusnya tidak boleh terlintas dalam hati perempuan karena benci bisa berubah jadi cinta, nah loh...

Aku juga gak nyangka ternyata dia punya pacar adik kelas yang manis, waw hebat cewek semanis ini dapet cowok yang menggeliat seperti cacing kepanasan, cewek itu setiap hari membuatkan nasi goreng buat si rambut jagung, dan anehnya nasi goreng buatannya selalu diberikan ke aku oleh dia, awalnya aku gak tau itu buatan seorang cewek, kupikir dia yang membawa bekal setiap hari, sampe suatu hari ada teman yang mengatakannya kepadaku sambil menyindir wah tega banget ya ceweknya yang bikinin nasi goreng eh malah   dikasikan cewek lain. Sampai akhirnya aku menolak nasi goreng special berikutnya dan mengatakan gak seharusnya aku yang makan nasi  yang dibuat dengan cinta dan kasih sayang, tapi dia berkata sebenarnya hubungan dia dengan gadis itu sudah  lama berakhir tapi entah kenapa kebiasaan gadis itu untuk membuatkannnya sarapan masih selalu dilakukannya, padahal dia sudah seringkali berpesan untuk tidak lagi membawakannya bekal.

Dengan berjalannya waktu aku merasa risih karena si rambut jagung selalu duduk di mejaku setiap kali jam pelajaran dimulai, berkali aku pindah, berkali pula dia terus menguntit, bukannya apa lama lama aku risih dengan tatapan teman teman. Semua teman berfikir kandasnya hubungan mereka karena aku, karena belakangan sirambut jagung sudah tidak lagi berkomunikasi dengan gadis itu, wajar mereka menyayangkan hubungan mereka karena kudengar hubungan mereka sudah lama sekali terjalin, dan siapa juga yang tidak respek terhadap gadis manis yang setia, tapi bukan kah itu bukanlah salahku aku tidak pernah menjadi orang ke tiga diantara mereka, dari mulutnya sendiri dia berkata hubungannya sudah lama berakhir, apakah ini suatu    kesalah pahaman karena mereka tidak tau cerita yang sebenarnya. Puncaknya aku dimusuhi satu kelas full, setiap pagi aku sudah kena sindir dari teman, dan siang itu ketika jam pelajaran tidak ada guru, dengan satu komando dari ketua kelas semua riuh mengejek aku, aku sudah menahan diri, tapi hari itu ejekan itu berlanjut lagi.. lagi.. dan lagi, muka dan telingaku sudah memerah, "aku sudah bilang berapakali jangan dekati aku tapi kamu tetep deketin aku jadinya aku dimusuhin begini" kataku sambil aku menahan tangis, akhirnya sirambut jagung kedepan kelas sambil teriak "kalo ada lagi yang berani lagi ngejek opi aku gak segen buat tampar, asal kalian tau aku dan gadis itu sudah lama putus, dan semua itu bukan karena opi", jawabnya dengan lantang, tentu saja reaksi teman temanku semakin menjadi mereka berkata udah jangan belain mana ada maling ngaku maling. Jam istirahat berbunyi aku gak kuat lagi aku lari kekantor nangis ke seorang guru cewek (cengeng ya), sang guru senyum senyum aja, dia bilang udah biar nanti ibu yang ngomong sama ketua kelasnya, kebetulan ketua kelasnya cewek. Setelah selesai aku curhat mungkin gak lama ketua kelas itu dipanggil, yang jelas setelah itu semuanya berubah, dengan haru biru kami saling bermaafan dikelas.

Setelah kejadian itu aku memang semakin dekat dengan dia, dia si rambut jagung yang konyol diluar ternyata dia lelaki romantis banget banget, tentu saja hubungan itu kami sembunyikan dari teman teman dan guru karena dari awal aku mengelak berhubungan dengan dia. Semuanya indah walau cuma sekedar nonton dibioskop, jalan jalan ke Bandung dengan bis, sampe basah basahan kena hujan diatas motor sampe kamu dipukul monyet karena kamu banyak laga di kandang monyet hehehe sampe kaca matamu pecah sebelah. Aku cuma mau buat pengakuan untuk temen temen SMA kalo aku telah membohongi kalian, ya benar aku memang dekat dengan dia tentunya setelah dia berpisah dengan kekasihnya, sesuatu yang dulu aku elak dan aku akui dan ceritakan sekarang.

Berakhirnya masa SMA berakhir pula hubungan kami entah karena apa aku juga gak jelas, yang ku tau setelah itu dia kuliah di kota Bandung. Terakhir aku bertemu beberapa tahun yang lalu di kota Cianjur ketika itu aku sedang jalan dengan pacarku waktu itu entah kenapa posisinya aku berjalan di depan dan pacarku dibelakang tidak beriringan, dan aku berpapasan dengan dia yang sedang berjalan dan dibelakangnya juga ada seorang cewek dengan posisi yang sama denganku, ketika berpapasan aku hanya diam mungkin gak sadar setelah beberapa langkah aku berbalik sambil bergumam rambut jagung, dan dia juga menyebut namaku, aku memandang ceweknya dan dia memandang cowokku setelah itu kami kembali jalan tanpa sepatah katapun. 
Masa masa SMA adalah masa masa yang berkesan, ini adalah salah satu cerita yang tersimpan dalam kaset  memory kenangan, cerita sedih, bahagia, canda, lucu dan semua itu berbaur dimasa masa sekolah, bagaimana dengan masa SMU mu kawan?...

Kamis, 05 Mei 2011

"Untuk Seseorang"

waktu itu ada seorang gadis sekolah SMA menemuiku dia cerita tentang rindunya kasih sayang dan perhatiaan,  dia berkata dia merasa nyaman dekat denganku dan menganggap aku sebagai kakanya sendiri . Dia gadis manis sekaligus gadis pendiam, meskipun dia bilang dia anak badung disekolah aku tidak berfikir begitu, menurutku kenakalannya sebatas wajar anak sekolah seusianya. Terus terang beda usiaku dengan dia hanya terpaut satu atau dua tahun saja, jadi aku merasa tidak nyaman kalau ada yang bermanja manja, karena pada dasarnya aku juga cewek manja. Selang beberapa tahun kemudian aku harus kuliah kekota Pontianak, dan punya kehidupan baru, tiba tiba gadis itu telpon setelah sekian tahun lamanya, entah dia dapat nomorku darimana karena semenjak di kota Pontianak aku sudah mengganti nomer ponselku, dia berkata sangat merindukan aku dan keadaannya sekarang sedang lemah terbaring di Rumah Sakit selama hampir sebulan karena terkena typhus, aku hanya menanggapinya secara biasa, aku bilang bulan depan aku pulang ke Bogor kamu bisa temuin aku disana, dia tertawa renyah sambil berkata "ka ..ka jangankan kerumah kaka yang jauh, untuk berjalanpun aku gak bisa, kaka aja yang kesini, ucapnya".
Gak aku sangka ketika aku pulang ternyata dia ada dirumahku, dia memang sedikit pucat dia bilang dia memaksakan diri karena ingin bertemu denganku, jahatnya aku ketika sorenya dengan sedikit memaksa aku  menyuruhnya pulang karena aku mau jalan dengan sahabatku, padahal jarak rumahnya jauh sekali, tapi waktu itu aku gak peduli. Dia sudah membantuku membantu mencarikan nomer handphone sahabatku tapi ketika aku sudah bertemu dengan sahabatku aku malah menyuruhnya pulang...
Masa liburan semesterku telah usai itu tandanya aku harus kembali kekota Pontianak, gak lama aku terima sms dari gadis itu yang isinya "kaka aku bangga dan bahagia bisa mengenal kaka, sekarang aku sedang merintih sendiri dikamar menahan sakit, cuma kaka yang aku ingat, kalau ajal menjemputku sekarang, aku sudah siap...", aku berfikir dia cuma gadis manja yang ingin cari perhatianku, aku cuma balas "jangan berkata begitu kamu pasti sembuh" dia juga bilang ingin sekali mendengar suaraku tapi aku enggan menelponnya, tak lama kemudian dia telpon tapi dia hanya diam membisu mungkin dia hanya ingin mendengar suaraku saja. 
Selang beberapa minggu kemudian ada seorang cowok menelponku dengan suara parau dan tertahan dia mengatakan kalo dia adalah adik dari gadis itu dan mengabarkan kalau gadis itu telah meninggal dunia, dia juga berkata ka Opi terimakasih banyak selama ini telah menjadi teman kakaku, selama sakit hanya ka Opi yang disebutnya...... Aku tercekat mendengar kata kata dari adiknya, penyesalan? terlambat sudah, sungguhkah dia bahagia mengenalku, aku merasa sebuah ironi.. sampai saat ini penyesalan yang hadir, kenapa aku sejahat itu, maafkan aku maafkan aku maafkan aku.....mataku selalu basah mengingatmu, tapi aku selalu melihat bayanganmu tersenyum, aku berharap begitu adanya kamu, berada ditempat terindah disana, dan aku disini selalu dibayangi penyesalan. "untuk ika si gadis kecil manis"

Jumat, 29 April 2011

Cinta Segi Tiga



Apa sih cinta segitiga itu? 
Apakah bentuknya 
segitiga? 
Cinta yang sejati akan tersayat dan koyak 
bila muncul orang ke tiga, sering kali orang ke tiga 
ini muncul tanpa dapat dideteksi. 

Memang betul pacaran itu asyik, namun apabila
kita melanggar aturan mainnya, maka akan terjadi
banyak korban. Saya heran, ada orang merasa bangga kalau banyak orang
cinta padanya, itu sebabnya walaupun ia sudah memiliki
pacar, masih saja memberikan peluang dan pengharapan
bagi orang lain. Kadang yang terjadi pengharapan itu
begitu kelewatan, jadi seakan-akan orang tersebut
memiliki dua pacar atau lebih. Pacarnya yang pertama
tidak rela dilepaskan, namun ia juga tidak rela
menolak pacar yang kedua, nah akhirnya muncul cinta
segitiga. Sangat menyakitkan sekali, kalau ternyata
masalah ini terbongkar.

Aku pernah bertanya pada seorang teman wanitaku, bagaimana dengan hubungannya degan kekasihnya, dia bilang sangat menyakitkan dan tidak mau lagi membicarakan hal tentang dia, dia menceritakan kembali semua tentang cintanya “Terakhir kalinya Aku harus bersabar menunggu kekasihku selama beberapa tahun untuk tugas negaranya disebuah provinsi di Aceh, slama itu pula Aku slalu menjaga cintanya, menanti dgn sabar kepulangannya. Tapi beberapa bulan menjelang kepulangannya ada yang berubah dari dirinya, dia sudah tidak pernah lagi memberikan kabarnya, awalnya aku berfikir dia sibuk dgn pekerjaannya ataupun ada hal lain. Tapi ternyata dia juga sudah tidak mau menjawab telponku dan juga smsku. Akhirnya kecurigaanku muncul, dan ternyata yg lebih mengejutkan sebulan sebelum kepulangannya, kekasihku mengatakan dia sedang dekat dengan gadis lain yg belum lama dia kenal lewat sms, dan dia meminta agar aku tidak menjemputnya dibandara ketika dia pulang, karena gadis itulah yang akan menjemputnya. Bisa dibayangkan bagaimana perasaanku waktu itu, aku yg bertahun2 setia menanti dan bersabar menunggu kepulangannya, dengan mudah dia gantikan dengan seorang gadis yang baru saja dia kenal, bahkan ini bkn yang pertamakalinya aku menanti, selama 7 tahun bersama aku slalu selalu sabar menanti tugasnya. Apa tdk cukupkah kesetiaanku padanya? Sungguh menyakitkan dia putuskan aku lewat telepon, dan ternyata slama ini kesetiaanku digadaikan dgn orang ketiga.
Walaupun aku terluka dan sakit aku coba bangkit dan akhirnya aku menemukan seseorang pula yg baru kukenal lewat sms pula, ya hanya karena salah sambung aku dekat dgn seseorang yg bekerja di Malaysia, mgkn ini yg dinamakan jodoh, pertama kali berjumpa aku lgsg disuntingnya. Sedangkan dia mantan kekasihku tiba2 saja muncul pd detik2 pernikahanku, dia meminta aku untuk membatalkan semua rencana pernikahanku, dia memohon mohon untuk memaafkannya, dia berkata dia hanya terlena dgn godaan sesaat, karena gadis itupun hanya mencari kesenangan sesaat. Tapi aku sudah tutup lembaran lama dan membuka lembaran baru, aku slalu setia pd satu pria, dan aku tak akan membatalkan pernikahanku untuknya.”

(Kisah ini dari seorang temanku di kota Pontianak, semoga buat kamu yg terlibat dalam cinta segita bisa mengambil hikmahnya)

Selasa, 26 April 2011

Pudarnya Pesona Cleopatra

Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalam kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal. “Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu,” kata ibu.
“Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu,” ucap beliau dengan nada mengiba.
Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi di hatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.
Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah (lamaran) sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali.
Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, “Cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan Lux lho, asli !” kata tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas Arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia.
Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari pernikahan datang. Duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah dengan empat group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya!
Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya. Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku.
***
Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang. Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing.
Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja. Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi pada istri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja. Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.
Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab, “tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga.”
Ada kekagetan yang kutangkap di wajah Raihana ketika kupanggil ‘mbak’, “Kenapa Mas memanggilku mbak, aku kan istrimu, apa Mas sudah tidak mencintaiku,” tanyanya dengan guratan wajah yang sedih.
“Wallahu a’lam,” jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, “Kalau Mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri, kenapa Mas ucapkan akad nikah?”
“Kalau dalam tingkahku melayani Mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa Mas tidak bilang dan menegurnya, kenapa Mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana untuk membahagiakan Mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruang bagi pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku di dunia ini,” Raihana mengiba penuh pasrah.
Aku menangis menitikkan air mata, bukan karena Raihana tetapi karena kepatunganku. Hari terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing tetapi Raihana tetap melayaniku, menyiapkan segalanya untukku.
***
Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai di rumah habis maghrib, bibirku pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi. Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan khawatir.
“Mas tidak apa-apa,” tanyanya dengan perasaan kuatir. “Mas mandi dengan air panas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih,” lanjutnya. Aku melepas semua pakaian yang basah. ”Mas airnya sudah siap,” kata Raihana. Aku tak bicara sepatah katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah berdiri di depan pintu membawa handuk. ”Mas aku buatkan wedang jahe.” Aku diam saja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan.
Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu.. “Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?” tanya Raihana sambil menuntunku ke kamar.. ”Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk membantu Mas”.
“Biasanya dikerokin,” jawabku lirih. “Kalau begitu kaos mas dilepas ya, biar Hana kerokin,” sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengeroki punggungku dengan sentuhan tangannya yang halus..
Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakanku semangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambil menghafal Al Quran dengan khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra.
Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku untuk makan malam di istananya. “Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku perkenalkan denganmu,” kata Ratu Cleopatra. “Dia memintaku untuk mencarikannya seorang pangeran, aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu.” Aku mempersiapkan segalanya. Tepat pukul 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaian pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursi yang berhias berlian.
Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba “Mas, bangun, sudah jam setengah empat, mas belum sholat Isya,” kata Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan perasaan kecewa. “Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum sholat Isya,” lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam..
Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin tidak suka sama dia, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah, bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya.
Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya. Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisa dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra
***
“Mas, nanti sore ada acara aqiqah di rumah Yu Imah. Semua keluarga akan datang termasuk ibundamu.. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita yang dieluk-elukan keluarga tidak datang,” suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dan segelas wedang jahe.
Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. “Maaf..maaf jika mengganggu Mas, maafkan Hana,” lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang kerja. “Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!,” panggilku dengan suara parau tercekak dalam tenggorokan.
“Ya Mas!” sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelan menghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia dipanggil ‘dinda’. Matanya sedikit berbinar. “Te..terima kasih Di..dinda, kita berangkat
bareng kesana, habis sholat dhuhur, insya Allah,” ucapku sambil menatap wajah Hana
dengan senyum yang kupaksakan.
Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar di bibirnya. “Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang mana Mas, biar dinda siapkan? Atau biar dinda saja yang memilihkan ya?” Hana begitu bahagia.
Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya memasang wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya belum pernah.
Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini. Tapi, setetes embun cinta yang kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana aku mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku sendiri di dunia ini.
Acara pengajian dan aqiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana membawa sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. “Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga!” sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagia mertua dan bundaku serta kerabat yang lain. Wajah Raihana cerah. Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangis disebut pasangan ideal.
Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik di kampusnya dan hafal al-Quran lantas disebut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya, saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yang tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang dari detik ke detik meneteskan rasa bahagia.
Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana.
Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan semuanya tidak pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya. Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusing dengan sikapku.
Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. “Sudah satu tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku ingin sekali menimang cucu,” kata ibuku. “Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang cucu, doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?” sahut Raihana sambil menyikut lenganku, aku tergagap dan mengangguk sekenanya.
Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpura-pura kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku. Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri. Raihana hamil. Ia semakin manis.
Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak kunjung tiba. Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih sehingga Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya, “Mana tanggung jawabmu!” Aku hanya diam dan mendesah sedih. “Entahlah, betapa sulit aku menemukan cinta,” gumamku.
Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam. Raihana minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alasan kesehatan. Kukabulkan permintaanya dan kuantarkan dia ke rumahnya.
Karena rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal di kontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, “Mas, untuk menambah biaya kelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM. Aku taruh di bawah bantal, nomor pin-nya sama dengan tanggal pernikahan kita.
Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari aku tidak bertemu dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya saja aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya. Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.
Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan. Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas di hati andaikan ada Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantu mengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku istirahat dan menutupi tubuhku dengan selimut.
Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun jam enam pagi. Badan sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya dan terlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku ngak meninggalkan sholat Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.
Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa Arab. Diantaranya tutornya adalah professor bahasa Arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang dengan beliau tentang Mesir.
Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa Arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. ”Apakah kamu sudah menikah?” kata Pak Qalyubi.
“Alhamdulillah, sudah,” jawabku.
“Dengan orang mana?”.
“Orang Jawa.”
“Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?”.

“Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran”.
“Kau sangat beruntung, tidak sepertiku..”
“Kenapa dengan Bapak?” “Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana seperti sekarang”.
“Bagaimana itu bisa terjadi?.”
“Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, saya seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Di sana saya bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari Indonesia.
Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis secantik itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua.
Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al-Azhar yang hafal al-Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang awam pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggi saya berhasil menikahi Yasmin.
Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah, menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S-1 saya kembali ke Medan, saya minta agar asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang cukup mewah di kota Medan.
Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua yang diinginkan Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali, Yasmin tidak bisa.
Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul penyesalan. Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengin rending, saya harus ke warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.
Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan saya dimulai setahun yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak mau. Dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya. Sepupunya mendapat suami orang Mesir.
Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telah diperbudak dengan kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang bangkrut.. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedi yang menyakitkan. “Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir.”
Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal.
Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong.
Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang.”
Mendengar cerita Pak Qalyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa sudah dua bulan aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati. Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala di dindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya.
Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan kejutan, agar dia tersenyum menyambut kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan di bawah bantal. Di bawah kasur itu kutemukan kertas merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku serong..
Dengan rasa takut kubaca surat itu satu persatu. Dan Rabbi, ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang selama ini aku zhalimi.. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya. Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.
“Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh di hadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb. Telah Kau muliakan hamba dengan al-Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok ke dalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba,” tulis Raihana.

Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa, “Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintu-Mu, melabuhkan derita jiwa ini ke hadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku.
Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya. Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau.”
Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut, tangannya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan haru dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angin sejuk yang turun dari langit dan merasuk dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat di mata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya. Segera kukejar waktu untuk membagi cintaku dengan Raihana.
Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yang menetes sepanjang jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan nafas panjang dan kuusap air mataku. Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan menangis tersedu- sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis.
“Mana Raihana Bu?”. Ibu mertua hanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa
sebenarnya yang telah terjadi.
“Raihana…, istrimu….istrimu dan anakmu yang di kandungnya”.
“Ada apa dengan dia?”
“Dia telah tiada.”
“Ibu berkata apa!”
“Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan kekhilafannya selama menyertaimu. Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhionya”. Hatiku bergetar hebat. “Kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?”.
“Ketika Raihana di bawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampus katanya kamu sedang mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami tidak mengganggu ketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami sangat sedih, jadi maafkanlah kami.”
Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira. Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru di kuburan pinggir desa. Di atas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin Raihana hidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua
Potongan dari Novel: Habiburrahman El Shirazy, Pudarnya Pesona Cleopatra (Novel Psikologi Islam Pembangun Jiwa)